Sumber foto: httpsgreatwhitefoam.cageofoam
Konstruksi untuk jalur transportasi, khususnya jalan tol, menjadi hal penting dalam menunjang peningkatan ekonomi di Indonesia. Pembangunan yang dapat menyentuh seluas-luasnya wilayah Nusantara berdampak sangat baik dalam efisiensi dan distribusi kebutuhan serta mobilitas masyarakat, terutama yang berada di daerah suburban atau yang berada di kontur tanah yang menantang seperti kondisi tanah dasar yang lunak atau labil.
Oleh karena itu, inovasi dan teknologi terus dikembangkan agar pembangunan infrastruktur jalan tol dapat dilakukan dengan efisien. Salah satunya ialah dengan menggunakan Expanded Polystyrene (EPS) dan Xtruded Polystyrene (XPS) atau dalam dunia konstruksi dikenal sebagai geofoam.
Geofoam merupakan material yang digunakan untuk menangani lapisan tanah labil, rawan pergerakan, dan berair sehingga tidak bisa ditimbuni oleh tanah urukan karena risiko tinggi longsor. Dengan beban yang ringan, geofoam menjadi pilihan. Material ini bersifat ringan, mudah dibentuk dan dipasang, tidak teroksidasi oleh udara, air, tahan rayap, serta hemat waktu dan biaya.
Meski terbilang baru untuk diterapkan di Indonesia, teknologi geofoam telah dikenal sejak 1972 di Norwegia. Dengan massa jenis atau kerapatan berkisar antara 15-45 kg/m3, material polystyrene secara signifikan mengurangi beban yang harus ditanggung oleh tanah dasar yang memiliki densitas 1000-2000 kg/m3.
Implementasi Geofoam
Memiliki kelebihan bukan berarti tidak disertai dengan kelemahan. Material geofoam mudah terbakar, hancur apabila terkena bahan bakar minyak, dan rentan terhadap serangga seperti semut. Oleh karena itu, penerapannya di setiap proyek konstruksi harus dilapisi dengan material anti-api dan serangga.
Saat pemasangan pun harus dilapisi beton seperti pracetak untuk menjaga elevasi agar tetap datar. Dengan berat yang ringan dan berpotensi terapung, setiap lapisan geofoam harus terkunci di lapisan tanah dasar dan terkunci satu sama lain.
Cara pemasangan geofoam seperti memasang batu bata-lapisan per lapisan. Bahkan, geofoam dapat dibentuk atau dipotong sesuai dengan profil geometri badan jalan yang sedang dibangun. Sisi samping konstruksi geofoam ditutup dengan dinding dari beton pracetak.
Meskipun memiliki kemiripan dengan moartar foam, terdapat beberapa perbedaan signifikan antara keduanya. Dari aspek berat, geofoam memiliki density antara 15-45 kg/m3, sedangkan mortar foam mencapai 800 kg/m3.
Waktu pengerjaan mortar foam pun memerlukan jeda tujuh hari per layer (pengecoran 30-100 cm per layer) sedangkan geofoam tidak memerlukan proses penghamparan dan pemadatan melainkan hanya penyusunan lembaran sesuai kebutuhan. EPS Geofoam juga dianggap sebagai material yang lebih permanen.
Aplikasi di lapangan pun berbeda. Salah satunya ialah pengombinasian dengan struktur baja bergelombang. Mortar foam dapat dikombinasikan sedangkan EPS Geofoam tidak bisa. Mortar foam dapat langsung dituangkan tanpa harus terlebih dahulu dilakukan levelling hingga permukaan rata sedangkan EPS geofoam perlu dilakukan levelling sampai permukaan rata. Meski demikian, baik EPS Geofoam dan mortar foam merupakan inovasi yang adapat mempercepat penyelesaian proyek jalan tol dengan efektif dan efisien.
Apakah artikel ini bermanfaat untukmu?
Click on a star to rate it!
Rating rata-rata 5 / 5. Banyaknya rating: 3
No votes so far! Be the first to rate this post.